Akuntansi UII Menjawab Peluang dan Tantangan Fintech Syariah
Program Studi (Prodi) Akuntansi kembali menyelenggarakan webinar nasional dengan tajuk “Peluang dan Tantangan Fintech Syariah Indonesia” pada (26/04). Webinar yang diselenggarakan melalui platform Zoom ini dimoderatori oleh Kinanthi Putri Ardiami dan menghadirkan narasumber Rifqi Muhammad dan Ronald Yusuf Wijaya.
Webinar ini dibuka dengan sambutan oleh Ketua Prodi Akuntansi, Mahmudi. Dalam sambutannya, Mahmudi menyampaikan bahwa fintech merupakan topik yang menarik dan saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Selain itu diharapkan kegiatan ini memberikan manfaat dan kebaikan dalam dunia bisnis dan ekonomi.
Ronald Yusuf Wijaya, Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), menyampaikan kehadiran teknologi dapat menjadi tools yang bisa mengoptimalkan sektor keuangan yang berpengaruh pada perekonomian secara luas, seperti fintech.
Fintech, yang merupakan singkatan dari Financial Technology, sederhananya dapat diartikan sebagai penerapan teknologi dalam sektor industri keuangan. Ronald menjelaskan bahwa terminologi fintech ini diawali dengan adanya crowdfunding atau sering dikenal dengan iuran. Namun seiring perkembangan teknologi dari waktu ke waktu, crowdfunding sendiri saat ini dapat dilakukan di mana pun. Tak hanya itu, crowdfunding ternyata mempunyai beberapa jenis yakni, philanthropic atau yang sifatnya untuk sosial dan investment atau yang sifatnya untuk komersial.
Ronald menegaskan kepada masyarakat apabila menggunakan fintech harus memastikan bahawa fintech tersebut telah terdaftar di Bank Indonesia ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di AFSI sendiri mencatat sekitar delapan belas anggotanya telah terdaftar dan mempunyai izin untuk beroperasi.
Terdapat beberapa jenis fintech yang berkembang saat ini, di antaranya fintech payment, peer-to-peer lending, securities crowdfunding, dan inovasi keuangan digital. Pada kesempatan kali ini, Ronald lebih banyak menjelaskan terkait Peer to Peer (P2P) Lending. Menurut data milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2021 terdapat 710.000 lenders baik individual maupun institusional. Total penyaluran yang telah resmi tercatat per Desember 2021 telah mencapai 270 triliun rupiah. Jumlah penyelenggara P2P yang telah berizin per maret 2022 mencapai 102 P2P players, 8 diantaranya merupakan platform syariah.
Fintech P2P syariah ini dapat diibaratkan seperti marketplace pada umumnya. Perbedaannya hanya pada platform ini mempertemukan pihak yang mempunyai project dan pihak yang akan berinvestasi. Tentunya sebagai masyarakat sebelum menggunakan platform perlu memilih platform mana yang tepat dan sesuai dengan lini bisnis yang dijalankan.
“Indonesia mempunyai potensi besar pertumbuhan ekonomi syariah yakni, Indonesia dianggap mempunyai inklusi keuangan yang rendah, pertumbuhan kelas menengah begitu besar, mempunyai populasi muslim terbesar di dunia, dan negara yang paling siap infrastruktur digital dibandingkan dengan negara dengan populasi muslim terbesar lainnya,” tutur Ronald.
Pada sesi selanjutnya disampaikan terkait tata kelola dan kepatuhan syariah terkait Fintech Syariah Indonesia. Rifqi Muhammad selaku Dosen Akuntansi UII menjelaskan terkait tata kelola yang ideal pada fintech syariah. “Harus ada transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran,” tutur Rifqi.
Berbicara tentang pengawasan syariah dari aspek eksternal, fintech juga termasuk dalam lembaga keuangan syariah yang lain. Rifqi menjelaskan saat ini belum mempunyai standard setter yang matang. “Saat ini mungkin kita bicara fatwa majelis ulama Indonesia sebagai acuan utama untuk para DPS (red-Dewan Pengawas Syariah) untuk melakukan proses pengawasan syariah,” tutur Rifqi.
Rifqi juga menuturkan nantinya perlu adanya sharia audit firm yang kemudian mencoba melakukan terobosan memberikan jasa pelayanan penilaian kepatuhan audit syariah. “Tapi saya rasa lama-lama akan diperlukan karena masyarakat memerlukan transparansi, pertanggungjawaban, dan assurance dari eksternal,” ungkapnya.