Carbon Tax: Peluang dan Tantangan Implementasinya

Pada Sabtu (23/09) Program Studi Akuntansi FBE UII bekerja sama dengan Grant Thornton Indonesia menyelenggarakan kuliah praktisi dengan judul Carbon Tax: Peluang dan Tantangan Implementasinya. Dalam acara tersebut, Diduk Yunarto Senior Tax Manager Grant Thornton Indonesia hadir sebagai pembicara.

Saat ini pemanasan global tengah terjadi di dunia. Pemanasan global adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata bumi. Akibatnya, suhu di bumi saat ini naik 1 derajat secara merata di seluruh dunia. Hal ini kemudian yang melatar belakangi penerapan kebijakan karbon di Indonesia. Pemerintah kemudian merumuskan paket kebijakan komprehensif terkait karbon yaitu melalui instrumen perdagangan dan non-perdagangan. Bersamaan dengan dikeluarkannya instrumen kebijakan non perdagangan, pemerintah melalui harmonisasi perpajakan pasal mengenai pajak karbon.

Pemerintah melalui harmonisasi perpajakan mulai merumuskan pasal mengenai pajak karbon, dengan landasan hukum yaitu UU HPP No. 7/2021 9 Pasal 13 yang diperkuat dengan landasan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pajak karbon melalui Perpres 98/2021 (Pasal 58) dan PP 55/2022 (Pasal 69 & 70). Dengan digarapnya peraturan terkait pajak karbon di Indonesia, Diduk berharap kebijakan yang diciptakan dapat memberikan pencerahan ketika pajak karbon telah diterapkan.

“Mudah-mudahan PSAK (re-Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) bisa memberi pencerahan ketika pajak karbon diterapkan pada tahun 2025 di samping ada PMK (re-Peraturan Menteri Keuangan). Ini untuk meminimalisir terjadi sengketa pajak terkait pengenaan dasar pajak karbon,” ujar Diduk.

Tujuan dirumuskannya pajak karbon sendiri menurut Diduk adalah mendukung penurunan emisi sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku pelaku usaha dan beralih energi yang ramah lingkungan mengacu kepada ekonomi hijau. Perumusan ini juga mendorong inovasi dan investasi pelaku usaha dalam menciptakan produk rendah karbon. Diduk menambahkan pajak karbon dapat menjadi sumber penerimaan baru negara dengan estimasi penerimaan negara setiap tahunnya sebesar 43 Triliun Rupiah.

Di akhir, Diduk berpesan kepada mahasiswa akuntansi FBE UII untuk terus menambah pengetahuan dan ilmu terkait kebijakan karbon yang akan diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2025. “Selalu update terkait peraturan dan perkembangan carbon tax mengingat negara kita banyak sekali mendapatkan investasi asing yang juga menjadi peluang bagi pendapatan negara yang berasal dari pemungutan atas pajak karbon,” tutup Diduk. (R)

Peringati Satu Dekade Kemitraan, Akuntansi UII Perkuat Kolaborasi dengan ACCA

Kamis (07/09) Prodi Akuntansi UII kembali menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) yang menandakan adanya pembaruan kerjasama antara UII dan ACCA. Acara yang digelar di Hotel Le Meridien ini sekaligus memperingati satu dekade kerjasama UII dengan ACCA.

Acara dengan tajuk “ACCA – UII: One Decade of Partnership” ini turut dihadiri perwakilan dari ACCA, Rektor, Dekan, dan Civitas Akademika UII. Perwakilan alumni ACCA UII juga turut hadir memeriahkan acara ini.

Acara ini menjadi collaborative space di mana mahasiswa, alumni UII, dan professional ACCA saling berbagi wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dalam dunia profesi Akuntansi maupun kegiatan akademik ACCA di UII.

Acara ini terdiri dari dua sesi yakni, penandatanganan MoU dan Talkshow oleh perwakilan ACCA, alumni, serta mahasiswa UII. Penandatangan ini dilakukan langsung oleh Director Asia – Pacific at ACCA dan Rektor UII Fathul Wahid. “ACCA menjadi bagian untuk menjemput masa depan. Kami berusaha membekali mahasiswa kami berbagai program agar dapat berkompetisi dalam persaingan global,” ujar Fathul. 

Dalam pemaparannya Johan Arifin selaku Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomika menyampaikan bahwa ACCA tidak hanya menjadi kolaborator saja, tetapi juga membimbing kampus untuk mempersiapkan mahasiswa dengan kualifikasi terbaik. 

“Program ACCA menjadi jembatan untuk mahasiswa dalam mengeksplor dunia industri dan akademik,” ujar Johan.

Pada sesi selanjutnya, Nelva Qablina selaku mahasiswa UII yang juga menjadi narasumber acara tersebut bercerita mengenai bagaimana persiapan dia mengambil ujian ACCA. Nelva menerangkan bahwa pertama-tama ia mempelajari modul secara keseluruhan bersama dengan dosen-dosen di kampus. Pendekatan ini membantu mereka memahami materi secara mendalam dan memiliki pemahaman dasar yang kuat sebelum menghadapi ujian. Setelah ujian semester selesai (UAS), baru mulai melaksanakan latihan sendiri untuk persiapan ujian ACCA. “Aku juga highlight gimana aku ngorbanin full liburan semesterku buat preparation ujian ACCA gitu,” ujar Nelva.

Prodi Akuntansi UII juga menyelenggarakan sesi-sesi khusus seperti “revision class” yang berguna untuk mempersiapkan diri secara intensif sebelum ujian dengah ACCA approved learning provider, seperti LSAF dari Malaysia. 

Selama acara tersebut, Nelva berkesempatan berbicara dengan banyak anggota ACCA dan perwakilan dari berbagai perusahaan, yang memberikan saran yang sangat berharga kepada mahasiswa akuntansi. “Terus yang menurutku paling memotivasi adalah ketemu sama alumni alumni UII yang dulu jadi ACCA students. Kaya insight gimana cara ngelamar kerja di big 4 terus gimana ACCA certification itu nge push career,” pungkas Nelva.