Mengenal Apa itu Sustainability Report?

Isu akan keberlanjutan dan perubahan iklim memang tidak pernah habis untuk dibahas. Menjadi menarik karena isu ini akhir-akhir memang sedang menjadi sebuah concern di kalangan masyarakat. Keuntungan bukan menjadi satu-satunya hal yang harus diperhatikan oleh organisasi atau perusahaan. Tuntutan akan kelestarian dan keseimbangan baik lingkungan maupun sosial juga perlu diperhatikan. Apabila kinerja keuangan berjalan dengan baik dan mampu memenuhi kinerja lingkungan dan sosial serta berkontribusi nyata mengatasi berbagai permasalahan tersebut, di masa mendatang akan menjadi perusahaan yang bertahan (Nofianto dan Agustina, 2014). Apalagi sudah banyak kasus akibat kelalaian perusahaan terhadap aspek ini. Informasi terkait aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan aspek lingkungan dan perusahaan ini perlu dilaporkan dalam laporan berkelanjutan atau sering disebut sustainability report.

Selain itu, dalam upaya pelestarian lingkungan, Akuntansi berperan melalui pengungkapan sukarela dalam laporan keuangannya terkait dengan biaya lingkungan (Kusumaningtias, 2013). Sustainability report ini termasuk salah satu elemen dalam Triple Bottom Line, yang salah satunya melaporkan kinerja sosial dan lingkungan tidak hanya kinerja finansial saja.

Sustainability report adalah laporan mengenai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan. Selain menyajikan laporan keuangan standar seperti laba rugi, neraca, maupun arus kas, perusahaan perlu melaporkan praktik terkait aspek sosial dan lingkungan, misalnya tingkat emisi karbon.

Di bawah standar Global Reporting Institute, informasi yang tersedia melalui laporan keberlanjutan memungkinkan pemangku kepentingan internal dan eksternal untuk membentuk opini dan membuat keputusan yang tepat tentang kontribusi organisasi terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan..

Pengungkapan informasi akuntansi lingkungan yang sifatnya sukarela belum mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan (Suyudi & et al., 2020).  Sehingga perlu adanya pengungkapan terkait hal tersebut. Di Indonesia sendiri sustainability report masih belum menjadi sebuah kewajiban, masih bersifat sukarela.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 1 (revisi 2009) belum mengatur secara jelas terkait kewajiban menyajikan informasi terkait pelestarian lingkungan, yang menyatakan “Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri di mana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.”

Karena sifatnya yang sukarela ini, perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang diperoleh atas manfaat pengungkapan informasi ini (Kusumaningtias, 2013). Jika pengungkapan ini mempunyai manfaat yang lebih banyak maka perusahaan akan rela mengungkapkan informasi tersebut (Retno/Utami).

Akuntansi dalam Merespon Perubahan Industri dan Lingkungan

Program studi (Prodi) Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Islam Indonesia (05/02), kembali melaksanakan webinar dengan tajuk Accounting Education Engineering as  Response of Future Industrial and Environmental Change. Webinar ini merupakan hasil dari kerjasama Program Magister Akuntansi FBE UII dengan Asosiasi Program Studi S2 Akuntansi (APSSAI) dan  IAI Wilayah DI Yogyakarta.

APPSAI sendiri diresmikan pada 10 Oktober 2017 yang beranggotakan pengelola Prodi Magister Akuntansi dari seluruh Indonesia. Saat ini, APPSAI beranggotakan 47 Program Studi S2 Akuntansi yang berasal dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Syarat utama dalam keanggotaan APSSAI adalah Prodi S2 Akuntansi universitas tersebut harus sudah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Perguruan Tinggi (BAN PT). Dalam perjalanannya, agenda utama APSSAI adalah  menyusun kurikulum minimal bagi Prodi S2 Akuntansi sebagai usulan acuan akreditasi yang diharapkan dapat membantu seluruh prodi agar sesuai standar.

Dalam Webinar yang dipandu oleh Rifqi Muhammad, S.E., SH., M.Sc., P.hD., SAS., ASPM dan Prof Dr Dian Agustia MSi, Ak CA. (Ketua IAIKA Pd & Dewan Penasehat APSSAI) selaku Keynote Speaker menghadirkan 4 narasumber yaitu Dr Tarjo, S.E., M.Si., CPAI., CFE. (Universitas Trunojoyo Madura), Dr. Siti Maria Wardayati, MSi., Ak., CA. CPA. (Universitas Jember), Ayu Chairina Laksmi SE., M.App.Com., M.Res., PhD., Ak., CA. (Universitas Islam Indonesia), dan Dr. Sc. (Acc) Damai Nasution S.E., M.Si, Ak., CA. (Universitas Airlangga). Dalam Webinar tersebut turut hadir Dr. Hardo Basuki, MSoc.Sc., CSA., CA., ASEAN CPA selaku ketua IAI Wilayah Diy memberikan sambutan. Dalam sambutannya, Hardo menjelaskan bahwa akuntansi akan mengalami 3 perubahan signifikan. “Kedepannya akuntan akan mengalami tiga perubahan yang terus berlanjut yaitu melibatkan smart and digital technology globalisasi reporting standar yang terus berlanjut dan munculnya regulasi baru,” ujar Hardo.

Webinar ini dilaksanakan sebagai forum ilmiah bagi para akademisi dalam mengkaji isu-isu terkini di bidang accounting education dan juga menjawab tantangan terkait perubahan lingkungan industri terkait accounting education engineering di masa yang akan datang. Banyak hal yang dibahas dalam webinar ini, antara lain forensic accounting dan sustainability Report.

Dalam pemaparan materinya Dr. Tarjo, S.E., M.Si., CPAI., CFE menjelaskan bagaimana awal mula perkembangan Forensic Accounting Education di Indonesia. Dalam hal ini, beliau menjelaskan latar belakang dikembangkannya kurikulum Forensic Accounting untuk jenjang magister Akuntansi. Hampir setiap 2 tahun asosiasi melakukan research sejak tahun 1996 tentang global fraud di seluruh dunia kemudian ditemukan bahwa fraud setiap tahunnya mengalami peningkatan didasarkan pada data yang diperoleh dari responden yang berasal dari Association of Certified Fraud Examiner (ACFE).  Hal ini tentu menjadi tantangan bagi akuntan pendidik tentang  apa yang bisa dilakukan terkait fraud yang terus meningkat. Oleh karena itu, Forensic Accounting perlu untuk terus membuat standar yang baru dan dapat menjawab tantangan teknologi yang ada saat ini. Banyak sertifikasi untuk accounting fraud antara lain yang ada di dunia saat ini, antara lain: ACFE, AICPA,NACVA, LSP AF. “Program akuntansi forensik mendasarkan berbagai kasus baik di dunia atau internasional termasuk di indonesia yang datanya terus naik. Sejak tahun 2008 kami mulai menyusun proposal untuk program studi magister akuntansi dengan minat studi forensik pada tahun 2010 izin keluar kemudian 2011 mulai dijalankan,” ujar Tarjo.

Dalam sesi lainnya, Dr. Siti Maria Wardayati, MSi., Ak., CA. CPA. menjelaskan terkait sustainability report yang saat ini telah banyak dilaksanakan oleh perusahaan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh KPMG  diketahui 80% perusahaan telah menerapkan sustainability report setiap tahunnya termasuk setiap perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 500. Dalam pemaparannya, beliau menjelaskan pentingnya kemampuan seorang akuntan untuk memahami terkait sustainability report ini. “Memiliki skill tentang  sustainability report  akuntansi sangat berguna. Hal ini nantinya manajemen tidak hanya menyediakan informasi tentang manajemen perusahaan tersebut tapi juga telah melakukan pengukuran karbon bagi perusahaan. Oleh karena itu ESG dan sustainability dapat dimasukkan ke berbagai mata kuliah akuntansi,” ujar Siti. (Utami/Retno)