Jakarta Smart City Optimalkan Kolaborasi Pemerintah dengan Masyarakat Mengembangkan Potensi Kota
Kuliah umum kembali digelar oleh Prodi Akuntansi FBE UII dengan topik pembahasan Developing a Smart City, Lesson Learned From Jakarta pada Sabtu (22/10). Acara diawali dengan sambutan dari Johan Arifin S.E., M.Si., Ph.D., selaku Dekan FBE UII atas diselenggarakannya kuliah umum ini. “Acara ini menjadi kesempatan emas untuk mendapatkan pengalaman hebat dari narasumber dan mudah-mudahan bisa memberikan energi pada generasi muda untuk bangkit menjadikan Indonesia negara maju,” tuturnya. Kuliah umum kali ini menghadirkan dua pembicara hebat, Herry Dharmawan selaku pengamat kebijakan publik dan Yudhistira Nugraha selaku kepala BLUD smart city Jakarta.
Acara dipandu oleh Arif Rahman S.E., S.I.P., M.Com., Ph.D. selaku Ketua Prodi Akuntansi Program Magister FBE UII. Smart city menjadi bentuk inovasi di sektor pemerintah yang penting dicanangkan di era disrupsi saat ini. “Tidak hanya di sektor privat dan perusahaan yang berlomba mengadopsi teknologi dalam operasionalnya, tetapi pemerintahan juga dituntut dan dibutuhkan untuk memiliki fasilitas yang mengadopsi teknologi dalam pelayanan dan komunikasi ke masyarakat,” ungkap Arief.
Paradigma mengenai smart city saat ini masih berbeda-beda. Smart city seringkali dianggap hanya sebatas pemasangan CCTV, pemasangan infrastruktur, adu canggih teknologi aplikasi, dan lain sebagainya. Jakarta menjadi salah satu kota di Indonesia yang menerapkan smart city dengan melakukan transformasi digital. Smart city hakikatnya bukan hanya dari sisi infrastruktur, teknologi, dan software, tetapi juga dari aspek masyarakatnya.
“Digital literasi, pemerintahan sebagai manuver penggerak utama kota, dan peluang dari digital ekonomi menjadi bagian dari smart city,” ungkap Herry.
Lebih lanjut Herry menjelaskan digitalisasi memerlukan kesiapan atas infrastruktur digital agar tidak lagi terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin atau perkotaan dan pedesaan. “Transformasi digital yang dilakukan pemerintah Jakarta tidak hanya mengenai teknologi aplikasinya, tetapi juga mengenai tata kelola Sumber Daya Manusia (SDM), ekosistem kolaborasi digital, dan infrastruktur digital,” ujar Herry.
Digitalisasi membutuhkan kesiapan dari sumber daya manusia (SDM). Rendahnya digital literasi menyebabkan banyak terjadi cyber crime seperti pencurian data, serangan hacker, kebocoran data, cyber bullying yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dengan adanya ekonomi digital di Indonesia menjadi potensi dan peluang besar. Behavior masyarakat mengkonsumsi media semakin meningkat dimana akan mempermudah proses transformasi digital.
Tata kelola SDM pemerintah Jakarta tidak hanya dari sisi internal pegawai maupun manajemen talenta. Jakarta sudah melaksanakan tugas dari dinas pendidikan dan dinas perpustakaan dan arsip. Dengan meningkatkan kompetensi murid dan guru dalam hal literasi digital. Juga dinas tenaga kerja yang mampu menyiapkan road map untuk digital ekonomi ke depan. Sementara ekosistem kolaborasi digital melibatkan pentahelix, dengan berkolaborasi bersama pengusaha, akademisi, komunitas, dan masyarakat untuk ikut serta melakukan pengembangan digitalisasi di Jakarta.
Pemerintah Provinsi Jakarta juga membuat integrasi layanan publik secara digital melalui JAKI. JAKI atau Jakarta Kini merupakan aplikasi penyedia informasi dan layanan resmi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warganya. Hal ini menunjukan bagaimana kolaborasi mampu memberikan manfaat kepada masyarakat Jakarta.
“Bagaimana pemerintah membangun digital government melalui JAKI sebagai government platform. JAKI menjadi tempat interaksi antara pemerintah dengan masyarakat dan sebaliknya,” ujar Yudhistira.
Pemerintah memiliki tantangan tersendiri karena sering dianggap organisasi yang lambat dan kaku. Inilah tugas penting pemerintah untuk membangun ekosistem inovasi, dan yang paling penting membangun digital talent. Yudhistira mengutip pemikiran David Rogers bahwa ‘digital information is not about technology, it is about strategy, leadership, and new way of thinking’.
Yudhistira menjelaskan bahwa berbicara strategi artinya menciptakan model bisnis baru. Transformasi digital tidak akan terlaksana tanpa adanya leadership yang kuat, yaitu keinginan untuk berubah dan berkolaborasi. Sementara the new way of thinking adalah cara user berinteraksi dan bertransaksi.
Program utama yang dilakukan Pemerintah Jakarta adalah digital talent untuk public sector. Kedua, membangun startup ecosystem. Bagaimana startup menjadi engine dalam pelayanan publik dan implementasi masyarakat secara digital. Digital talent mendorong kebijakan-kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat, membuat suatu karya tidak hanya berasal dari imajinasi seorang pimpinan saja, tetapi berasal dari gagasan masyarakat kemudian diukur dan diimplementasikan.
“Dalam transformasi digital, masyarakat menjadi inti dalam inovasi. Masyarakat selain sebagai user yang menentukan keberhasilan implementasi tetapi juga bisa menjadi kontributor sebagai creator,” pungkas Yudhistira.
“Kita belajar dari Jakarta bagaimana mengembangkan smart city yang berawal dari konsep yang matang kemudian diimplementasikan,” tutur Arief Rahman dalam sambutan di akhir acara.
Arief melanjutkan daerah yang akan mengembangkan smart city tidak serta merta langsung copy paste apa yang dilakukan Pemerintah Jakarta. Masing-masing daerah tentunya mempunyai tantangan dan kebutuhannya sendiri.