Mahasiswa UII Melakukan Study Abroad di Tengah Pandemi

Accounting UII kembali lagi dengan series podcast IP yaitu  SPASI#2 – Seri Podcast Akuntansi. Dalam podcast kali ini,  Asaquita Sophie Premarci dan Firman Nusra Andiko membahas program student exchange dan double degree yang tengah mereka diikuti di Saxion University of Applied Sciences. Selama podcast berlangsung, Firman dan Asaquita berbagi terkait persiapan dan alasan memilih Belanda sebagai negara tujuan dalam melanjutkan studi.

Asaquita menjelaskan terkait program exchange student yang tengah ia ikuti yaitu kredit transfer selama satu semester atau 6 bulan. Sedangkan Firman menceritakan bagaimana keikutsertaannya dalam program double degree. Terdapat perbedaan antara antara student exchange dan double degree yaitu bisa milih mata kuliah yang ingin diampu dengan syarat pemenuhan minimal kredit yang harus diambil. 

Program student exchange sendiri biasanya dibuka di dua musim yakni summer dan winter. Sedangkan Double degree waktu pelaksanaannya berlangsung selama 1 tahun atau dua semester. Mata kuliah yang ditempuh selama dua semester tersebut sudah ditentukan berdasarkan hasil kerjasama antara Saxion University dan Universitas Islam Indonesia. 

Terkait alasan sendiri, Firman dan Asaquita mempunyai pendapat yang berbeda.

“Alasan double degree saya belum pernah belajar di luar negeri. Kesempatan kuliah di luar negeri sangat mahal. Ketika tahu ada kesempatan di luar it’s an easy choice for me buat ambil dan benefit double degree lebih banyak,” ucap Firman. 

Sedangkan Asaquita berbagi alasan mengambil student exchange.  ”Ada personal reason kenapa memilih exchange karena juga bisa transfer kredit dan lebih ke situasi yang nggak dikontrol karena Covid saat itu, kemudian liat kondisi lebih baik jadi langsung ambil student exchange,” tutur Asaquita.

Kendati saat ini Firman sedang menempuh studi di Belanda. Namun belanda bukan pilihan pertamanya. Hal ini dikarenakan pilihan pertama yaitu Nanjing University telah menutup penerimaan mahasiswa dari luar karena covid-19. Oleh karena itu, dipilihnya Belanda melalui pertimbangan yang salah satunya adalah negara di Eropa yang memberlakukan sistem open border pada saat itu dan mempertimbangkan biaya yang murah. 

Adapun syarat untuk mengajukan  student exchange dan juga double degree tidak jauh berbeda. Akta kelahiran yang telah dilegalisir, transkrip nilai dan syarat-syarat lain untuk pengajuan visa. Adapun untuk double degree ada beberapa persyaratan tambahan yaitu IPK minimal 3,25 dan IELTS minimal 6.

Untuk proses belajarnya sendiri, Asaquita mengakui bahwa tidak ada banyak perbedaan sama seperti di Program Internasional UII. Terdapat banyak diskusi dan presentasi, akan tetapi satu pembeda yang cukup signifikan yakni  kehadiran di kelas tidak terlalu penting. “It doesn’t really matters ketika kamu nggak hadir di kelas. Tidak akan pengaruh ketika kamu mau exam,” ucap Asaquita. Dalam student exchange yang ia ikuti, Asaquita mengambil mata kuliah yang  menurutnya menarik dan challenging yaitu international commercial law dan supply chain management. 

Walaupun kedua mata kuliah itu tidak berkaitan langsung dengan akuntansi akan tetapi ia mengaku ini semacam privilege yang ia dapatkan ketika berkuliah di Saxion University. Perbedaan lain menurut Firman adalah terkait jumlah mata kuliah yang diampu tiap semester. “Kalo disini semester disebut quarterly dan kita ujian tiga bulan sekali juga mata kuliah yang diambil tiap semester hanya 4 jadi tidak terlalu banyak,” tutur Firman. 

Tidak hanya membagikan tentang pengalaman perkuliahan saja, Asaquita dan Firman juga kehidupannya di Belanda. Saat pertama kali tiba, Firman dan Asaquita mengaku mengalami culture shock karena di Belanda sepeda digunakan sebagai moda transportasi utama dan pelegalan ganja sering dirasakan ketika di luar. Belanda negara yang cukup ramah bagi pendatang, hal ini dikatakan oleh Firman ketika ia pertama kali tiba di bandara mereka sangat membantu.

Di akhir, Firman berbagi tips untuk persiapan studi di luar negeri. Requirement harus dipenuhi sesegera mungkin jangan sampai hectic sebelum berangkat. Usahakan telah menyelesaikan segala persyaratan termasuk urusan visa sehingga di hari-hari menjelang keberangkatan bisa lebih mempersiapkan mental. Berbeda dengan Asaquita ia lebih menekankan pada semangat yang harus dipertahankan dan jangan ada perasaaan ragu di hati. “It’s your change once on lifetime,” tutup Asaquita. (Utami/Retno)