Cerita Alumni, Charity Healtha: Bagaimana Meraih IPK Tinggi Semasa Kuliah

Kuliah merupakan hal yang susah-susah gampang untuk dijalani. Namun bagi Charity Healtha, salah satu alumni Akuntansi UII yang saat ini bekerja di Accenture, tidak menjadi hal yang menghalanginya. Prodi akuntansi bukanlah pilihan pertamanya mengingat saat menempuh sekolah menengah atas (SMA) ia mempelajari ilmu pengetahuan alam. 

“Akuntansi bukan prodi impian sebenarnya, prodi impian ada di saintek tapi mungkin belum jalannya untuk masuk di sana”, tutur Charity.

Charity juga bercerita pada awalnya ia menganggap memasuki prodi akuntansi merupakan sebuah kegagalan karena tidak bisa meraih prodi yang diimpikan, tetapi hal yang Charity anggap sebagai kegagalan ini memberikan kesadaran diri. Ia menjadi paham akan kekuatan dan kelemahan dirinya. Sebagai orang dengan tipe yang tidak mudah menerima kegagalan, ia mulai mengidentifikasi hal-hal yang membuatnya gagal hingga pada akhirnya hal tersebut dapat teratasi. 

“Semua takdir berkata lain hingga menjadikan hampir seluruh apa yang aku inginkan selama kuliah alhamdulillah tercapai dan banyak kejadian yang tidak terduga selama kuliah, sebuah achievement yang ga pernah terpikirkan sebelumnya, alhamdulillah atas dukungan dari seluruh orang-orang terdekat semuanya lancar sampai akhir,” ujar Charity.

Saat wisuda periode kelima bulan mei 2022, Charity menjadi salah satu peraih IPK tertinggi. Ia mengungkapkan kegembiraannya saat dipanggil paling terakhir untuk maju ke podium. “Dan ada insiden pas namaku dipanggil, pak rektor nih “sip” in aku, jadinya tambah gugup,” ungkapnya.

Semasa berkuliah Charity selalu menchallenge dirinya di setiap semester. “Jadi aku pengen bisa naikin IP semester untuk semester-semester yang akan datang, Misal semester ini dapat IP 3.5, semester depan harus >3.5 biar ada kenang-kenangan tersendiri di setiap semesternya dan reward atas kerja kerasku di semester itu,” tutur Charity.

Charity dalam wawancaranya membagikan kiat-kiat yang dilakoninya. Pertama, Niat bersungguh-sungguh setiap masuk kelas. Tidak ada mata kuliah yang sudah kalau mahasiswa mau berusaha. Usaha adalah kunci. Kedua, memahami dasar setiap mata kuliah. Ketiga, mengerjakan tugas dengan sungguh-sungguh. “ Kalau aku biasanya koreksi sampe berkali-kali karena aku sendiri kalau dikoreksi cuma 1x kurang yakin,” tutur Charity. Keempat, melihat aspek penilaian di setiap mata kuliah untuk melihat apa saja yang dapat dijadikan nilai tambah dan alternatif ketika nilai ujian buruk. Terakhir, tetap fokus dan jangan terlalu forsir diri sendiri.

“Selama aku kuliah aku juga tulis wish di notes gitu, pencapaian apa yang pengen aku wujudin. Tulis di buku kecil, nanti sembari kita usaha perlahan apa yang kita tulis di notes itu lama-lama akan tercentang dengan sendirinya,” ujar Charity.

Selain melakoni  beberapa strategi tersebut, Charity yang selama berkuliah juga aktif berorganisasi, selalu berpikir nothing worth having comes easy. Tidak ada sesuatu yang berharga datang begitu mudah. Tidak mudah menyerah jika hal yang diimpikan belum tercapai.

Akuntansi UII Juarai ERPSIM Internasional

Foto Tim AntaresTim Antares Akuntansi UII kembali meraih prestasi dalam ajang kejuaraan Internasional ERPSIM. Tim ini juga sebelumnya telah meraih juara di tingkat regional Asia Pacific Japan. Kompetisi ini merupakan kompetisi rutin yang diselenggarakan di level dunia dan pesertanya terdiri dari perwakilan masing-masing region.

Saat diwawancarai melalui daring, Humam, Anggota Tim Antares menyatakan menjadi juara Internasional menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka. Tidak hanya itu, kemenangan mereka juga tidak lepas dari dukungan Prodi Akuntansi UII yang telah membangun wadah dalam bidang ERP dengan membentuk ERP Competence Centre (ERPCC) sejak 2006. Banyak prestasi yang telah dicapai oleh mahasiswa Akuntansi UII seperti Juara 1 ERPSIM Asia Pacific Japan 2021 (baca di sini), Juara 1 Tingkat Nasional MERMC (baca di sini), dan masih banyak lagi.

Tantangan lebih berat dihadapi oleh Tim Antares dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh HEC Montreal ini. Mulai dari tantangan sebelum perlombaan dimulai hingga saat berlangsungnya. “Mulai dari sangat kompetitifnya mencari pasar yang dilakukan oleh 21 tim, lalu terjadinya naik turunnya berbagai permintaan macam barang yang diinginkan customer secara tiba tiba,” ujar Humam. Tidak adanya kompetisi uji coba dari penyelenggara ini membuat tim Antares tidak bisa melihat bagaimana tim lawan akan bertanding.

Selain itu, UII yang sejak tahun 2018 belum menjuarai kembali kompetisi ini, menurut Humam juga menjadi tantangan tersendiri. “Kami memiliki ambisi tersendiri untuk mengharumkan nama UII kembali dan alhamdulillah mampu tercapai dengan bantuan banyak pihak,” tuturnya.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan pada Selasa (28/06), Mahmudi, Ketua Prodi Akuntansi, menuturkan bahwa Prodi memiliki komitmen tinggi untuk mendukung mahasiswanya. Hal ini didukung dengan penerapan kurikulum baru yang bertajuk Technopreneur dengan basis islami, teknologi, dan entrepreneurship.

Dengan wadah berupa ERPCC ini Prodi Akuntansi membekali mahasiswa akuntansi dengan dasar-dasar ERP dengan memasukkannya ke dalam mata kuliah wajib dan pilihan. Serta bekerjasama dengan SAP University Alliance Asia Pacific Japan dan telah berhasil menjadi juara di tingkat regional maupun dunia di tahun-tahun sebelumnya.

Tertarik dengan ERPSIM dan ingin seperti Tim Antares, daftarkan segera melalui laman pmb.uii.ac.id.

Menilik Persiapan para Mahasiswi Akuntansi FBE UII dalam memperoleh sertifikasi ACCA

Beberapa mahasiswa Akuntansi FBE UII baru saja lulus mengikuti ujian modul sertifikasi Association of Chartered Certified Accountants (ACCA). Terdapat lima mahasiswa yang lulus pada ujian kali ini yakni, Septi Dyah Anggraeni, Salsabila Nadhifa, Nelva Qablina, Qurrotul Aini, dan Afifah Rohadatul Aisy. Pada kesempatan kali ini kami berkesempatan mewawancarai Septi, Nelva, dan Afifah.

Untuk berkesempatan mengikuti ujian modul ini, sebelumnya mahasiswa tersebut harus mengikuti kelas ACCA yang tersedia di Prodi Akuntansi. Kelas ini dimulai sejak semester kedua setelah mahasiswa tersebut memenuhi beberapa persyaratan. Saat diwawancarai secara online, Afifa mengungkapkan terdapat perbedaan course yang dipelajari.

Mahasiswa ACCA baik International Program maupun Reguler akan disatukan dalam satu kelas dikarenakan materi yang dipelajari menggunakan kurikulum dari ACCA. Langsung sesuai dengan syllabus per modul yang akan dipelajari,” tutur Afifah.

Septi menambahkan dari segi materi perkuliahan kurang lebih sama dengan kelas regular. Septi merasa berada di kelas ACCA ini, ia lebih mendalami beberapa chapter tertentu dan jumlah antara teori dengan prakteknya seimbang.

Lebih lanjut, perbedaan kelas ACCA dengan kelas yang biasanya, misalnya pada semester 4 di kelas ACCA mempelajari modul Financial Management. Mata kuliah Manajemen Keuangan 1 dan 2 dipelajari dalam satu semester. Ataupun kelas Auditing dan Akuntansi Keuangan Lanjutan akan dipelajari pada semester lima dalam modul Financial Reporting dan Audit Assurance. Tidak hanya itu, setiap pemegang gelar ACCA dapat memperoleh pengakuan pada beberapa negara yang sudah melakukan Mutual Agreement (MRA) dengan ACCA.

Nelva bercerita bahwa dirinya saat ini sudah menempuh tahun kedua di kelas ACCA dan telah mempelajari tiga modul yakni Management Accounting (MA) , Financial Accounting (FA), dan Financial Management. Selama mengikuti kelas ACCA, Nelva merasakan berbagai hal yang mengenakkan dan tidak. “Kalo enaknya itu menurutku lebih mudah memahami materinya, dari kampus itu disediain learning provider di luar kelas buat nyiapin exam. kalo ga enaknya di kelas ACCA itu harus punya effort lebih soalnya kita kan nyiapin buat ujian ACCA nya gitu. terus sebelum UTS atau UAS ada mock exam dulu, mock examnya itu biasanya 3 kali jadi ya perlu effort lebih di mock exam selain UTS dan UAS,” tutur Nelva.

Tentunya dalam menempuh ujian modul ini terdapat kesulitan tersendiri. Afifa yang sebelumnya gagal dalam menempuh ujian modul Management Accounting pada bulan Maret 2021, langsung merubah strategi belajarnya. “Modul Management Accounting hitungannya sedikit, tetapi banyak hafalan dan analisis. Modul ini mengarahkan kita hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum mengambil keputusan (Decision making) dan menyusun strategi perusahaan,” ujar Afifah

Sedangkan Nelva menyatakan untuk modul FA ia belum merasa susah dalam ujian modul tersebut karena materi yang diujikan masih dasar-dasar Accounting. “Menurutku susahnya di beberapa soal yang tricky gitu jadi kalo udah memahami konsep dasar terus rajin bahas soal pas ujian itu udah agak familiar sama tipe soalnya jadi udah agak gampang si jawab ujiannya,” ujar Nelva.

Afifah mempersiapkan ujian modulnya sejak tiga bulan sebelumnya. Setiap menyelesaikan satu materi, latihan soal pun ia tuntaskan. Lebih mendalam satu minggu sebelum ujian, Afifa mengakses latihan soal dari website official ACCA dengan membayar kurang lebih 7 euro. Dalam latihan soal tersebut, tersedia analisis kelemahan yang dimiliki dalam silabus tersebut. Dengan demikian, kelemahan tersebut dapat diperbaiki.

Selain itu, Prodi Akuntansi UII juga menyediakan akses soal dari laman Acowtancy.com yang dapat diakses di mana dan kapan saja. Dosen ACCA UII pun menyediakan revision kit untuk memperbanyak latihan soal mahasiswa.

Tertarik dengan sertifikasi ACCA, yuk bergabung dengan akuntansi UII dengan mendaftar pada laman pmb.ac.uii.id. (retno/utami)

 

Mahasiswa Akuntansi UII Lolos Pendanaan PKM-K 2022

Mahasiswa Akuntansi FBE UII kembali menorehkan prestasi yakni lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) Tahun 2022 yang diselenggarakan Ditjen Dikti Ristek. Tim ini terdiri dari lima mahasiswa, yaitu Havis Gilang Pratama, M. Isnanda Nurman, Adizza Djasmine Setiawan, Dhea Khansa Nabila, dan Siti Ashila Rahma Utama. Adapun topik yang diangkat tim tersebut adalah “HealBag, Inovasi Totebag 3 in 1 Dengan Radiasi Batu Tourmaline Sebagai Media Terapis Alami.”

Menurut Havis, selaku ketua tim, pengambilan ide tersebut terinspirasi dari proposal PKM mahasiswa akuntansi UII, Siti Azza Nur Aisah, yang berjudul “Bantalankuy” yang juga menggunakan batu tourmaline sebagai media terapis. Dari sanalah kemudian Havis dan teman-teman mengembangkan ide tersebut dengan melihat keluhan mahasiswa yang sering merasakan pegal-pegal.

Havis menambahkan, produk tote bag yang diberi nama Healbag ini menjadi solusi bagi kalangan masyarakat, khususnya pekerja kantor dan mahasiswa. Di mana banyak dari mereka menghabiskan waktu di depan laptop atau komputer dan mobilitas kerja yang tinggi. Melalui produk ini, diharapkan dapat memberikan fungsi sebagai tas, alat terapis pinggang, dan bantalan duduk yang fleksibel untuk dibawa.

Havis mengungkapkan perasaan senang dan tidak menyangka ketika mengetahui timnya lolos pendanaan PKM. Tentunya berbagai tantangan dihadapi Havis dan teman-teman. Mulai dari kurangnya pengalaman dalam membuat proposal dan tidak banyak referensi yang dimiliki. Timnya juga kesulitan menemukan waktu yang pas untuk berdiskusi hingga kesulitan dalam pembuatan ilustrasi produk karena keterbatasan kemampuan. Dibalik kesulitan yang dihadapi, mereka tetap menyelesaikan proposal dengan baik. “Sangat bangga sekaligus gembira, karena kerja keras kami selama ini membuahkan hasil yang memuaskan. Kebetulan ini adalah keikutsertaan kami yang pertama kali di PKM dan Alhamdulillah langsung lolos pendanaan,” ujar Havis.

Untuk rencana ke depannya Havis dan tim akan memastikan jumlah peminat sebelum diperjualbelikan secara luas. Selain itu, produk akan dipastikan kualitasnya sebelum dipasarkan. “Apabila produk kami banyak diminati masyarakat luas tentu akan menjadi pertimbangan untuk kami kembangkan lagi menjadi produk yang akan diperjualbelikan secara luas, selain itu kami sendiri akan memastikan kualitas dari produk kami agar layak untuk dipasarkan secara luas” tutup Havis.

Havis berpesan, khususnya bagi mahasiswa akuntansi UII yang memiliki ketertarikan akan PKM dan memiliki ide-ide kreatif yang bernilai jual, jangan takut mencoba. Havis menambahkan, bagi mahasiswa yang kesulitan dalam pengambilan ide, PKM Corner UII siap membantu dan membimbing hingga akhir. Dalam keterangannya yang terakhir, Havis mengajak teman-teman untuk mengikuti PKM tahun depan. “Jadi tunggu apalagi, yuk siapkan tim dan ide mulai dari sekarang untuk daftar PKM tahun depan!” tutup Havis. (Chasil/Retno)

 

Mahasiswa Akuntansi UII Raih Sertifikasi SAP-ABAP

Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Islam Indonesia kembali menorehkan prestasi, yakni berhasil memeroleh sertifikasi SAP-ABAP. Dilansir dari laman SAP-Press, ABAP (Advanced Business Application Programming) merupakan nama bahasa pemrograman generasi keempat milik SAP yang secara khusus dikembangkan untuk pemrosesan data massal dalam aplikasi bisnis SAP.

Tedy Yudi Permadi menjadi mahasiswa pertama Prodi Akuntansi yang memeroleh sertifikat ini pada Rabu (17/05). Tedy telah lulus sertifikasi ERP SAP-ABAP dengan memanfaatkan fasilitas “Free SAP Certification” dari SAP. Fasilitas ini diberikan kepada mahasiswa karena Prodi Akuntansi UII merupakan member pada SAP University Alliances. Direktur ERP Competence Center Prodi Akuntansi FBE UII, Dra. Isti Rahayu, M.Si., Ak., CA., Cert.SAP turut menyampaikan selamat atas keberhasilan Tedy dan tentunya hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa Prodi Akuntansi UII merupakan prodi akuntansi dengan basis teknologi.

“Keberhasilan Teddy Yudi Permadi tentunya menjadi penyemangat  bagi 40 mahasiswa Prodi Akuntansi UII yang saat ini sedang mempersiapkan SAP certification pada bebagai modul antara lain SAP S/4HANA Financial Accounting, SAP S/4HANA Management Accounting dan juga mahasiswa yang akan mengambil sertifikasi  SAP S/4HANA Business Process Integration,” tutur Isti.

Tedy juga mengungkapkan peluang kerja menjadi konsultan SAP untuk jangka panjang sangatlah bagus sehingga ia mengambil sertifikasi tersebut. Tidak hanya itu, Tedy memang sejak awal mempunyai ketertarikan di bidang Teknologi Informasi (TI). “Saya ambil sertifikasi SAP karena peluang kerja dan ketatnya saingan lulusan akuntansi di dunia kerja, maka dari itu saya ambil sertifikasi. Khususnya SAP,” tutur Tedy.

Sama seperti mengambil sertifikasi lainnya, sertifikasi ini juga mempunyai tantangan tersendiri. Tedy mengatakan bahwa SAP-ABAP di Akuntansi masih jarang sehingga sumber informasi materi yang tersedia dan pembimbing masih minim. Untuk menyiasati hal tersebut, Tedy mencari informasi melalui SAP-Community. “Saya juga minta advice sama dosen ERP, Bu Prima. Tapi mostly saya cari informasi di SAP Community,” ungkap Tedy.

Tidak hanya itu, Tedy juga membagikan kebiasaanya dalam mempelajari SAP-ABAP selama delapan bulan. Tedy belajar selama lima hari dalam seminggu, kemudian satu hari digunakan untuk mengulang materi dan latihan soal, serta satu hari lainnya digunakan untuk refreshing.

“Kunci utama saya konsisten karena saya suka dengan teknologi. Jadi saya memang dedikasi buat belajar SAP-ABAP Programming Language,” ujar Tedy.

Di akhir wawancara, Tedy berpesan bagi anak akuntansi yang berminat terjun di bidang SAP Developer maupun bidang Informasi Teknologi (IT) lainnya. Jangan takut untuk mencoba dan jangan merasa minder sama jurusan IT, karena kita yang jurusan non-IT juga bisa terjun ke bidang tersebut. Never give up dan don’t stop learning something new,” tutupnya.

Dari pengalaman Tedy ini sekaligus dapat dijadikan motivasi bagi mahasiswa Akuntansi UII yang lain, bahwa mendapat sertifikat di bidang IT bukanlah suatu yang mustahil bagi mahasiswa akuntansi. 

Untuk calon mahasiswa baru, tertarik menjadi The Next Teddy? Yuk daftarkan dirimu di Program Studi Akuntansi UII dengan klik tautan ini.

 

FBE UII GELAR PERKULIAHAN LURING

Prodi Akuntansi mengadakan sosialisasi terkait kuliah luring (luar jaringan) bagi mahasiswa Angkatan 2020 dan 2021 (23/05). Dalam sosialisasi tersebut, Rifqi Muhammad S.E., M.Sc., Ph.D. selaku Sekretaris Prodi Akuntansi FBE UII menjelaskan terkait teknis dan mekanisme kuliah luring sesuai dengan Surat Edaran Nomor: 344/DEK/10/Div.URT/II/2022 yang dikeluarkan oleh Fakultas Bisnis dan Ekonomika pada 22 Februari 2022. 

Dalam hal ini Dr. Mahmudi, S.E., M.Si., Ak., CMA., CA. selaku Ketua Prodi akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika menghimbau bagi mahasiswa untuk segera mendapatkan vaksin  di fasilitas Kesehatan terdekat. “Dihimbau mahasiswa yang belum vaksin mohon lengkapi setidaknya dosis dua dan tetap menerapkan protokol kesehatan mencuci tangan menggunakan hand sanitizer dan jaga jarak,” ujar Mahmudi.

Lebih lanjut, Rifqi menjelaskan terkait Surat Edaran Nomor: 344/DEK/10/Div.URT/II/2022. Beberapa poin penting diantaranya terkait hal-hal yang berkaitan dengan perkuliahan tatap muka, salah satunya adalah ketentuan bagi mahasiswa yang berada di luar Yogyakarta.

“Bagi mahasiswa yang berada di luar Jogja dan hendak mengikuti kuliah luring diwajibkan paling lambat berada di Jogja 7 hari sebelum 30 Mei. Jadi kami harapkan anda semua dapat mempersiapkan segala kebutuhan ya,” ujar Rifqi.

Adapun terkait durasi perkuliahan selama luring ini adalah 75 menit. Setiap kelas diisi dengan ketentuan 75% dari kapasitas normal dan tetap menggunakan masker selama berada di ruang kelas. Hal lain terkait mahasiswa Fakultas Bisnis dan Ekonomika ke depan jika terjangkit covid-19, FBE telah menyiapkan mitigasi skenario penanganan covid-19 yang dapat diakses melalui UII lapor dan hotline Satgas Covid  FBE UII pada nomor: 0821-1700-4001.

Namun, kuliah luring ini belum berlaku bagi mahasiswa internasional program akuntansi. Setelah UTS semua kelas masih dilaksanakan secara daring, hal ini dikarenakan mempertimbangkan mahasiswa internasional yang belum tiba di Indonesia sehingga memberi kesempatan bagi mereka untuk mempersiapkan diri mengikuti kuliah luring. Dengan harapan semester depan perkuliahan bagi international program dapat dilaksanakan secara luring. Bersamaan dengan hal tersebut, diharapkan perkuliahan di kelas reguler pada semester depan juga dapat dilaksanakan 100% secara luring dengan mempertimbangkan hasil evaluasi dari perkuliahan luring pada semester ini.

Tidak ketinggalan terkait ujian seperti skripsi/tesis, ujian komprehensif, dan juga pembimbingan skripsi atau tugas akhir akan dilakukan secara luring per 1 juli 2022 dengan ketentuan telah mendapat izin tim UII SIAGA Covid-19 tingkat fakultas/ universitas. (utami/retno)

Mahasiswa UII Melakukan Study Abroad di Tengah Pandemi

Accounting UII kembali lagi dengan series podcast IP yaitu  SPASI#2 – Seri Podcast Akuntansi. Dalam podcast kali ini,  Asaquita Sophie Premarci dan Firman Nusra Andiko membahas program student exchange dan double degree yang tengah mereka diikuti di Saxion University of Applied Sciences. Selama podcast berlangsung, Firman dan Asaquita berbagi terkait persiapan dan alasan memilih Belanda sebagai negara tujuan dalam melanjutkan studi.

Asaquita menjelaskan terkait program exchange student yang tengah ia ikuti yaitu kredit transfer selama satu semester atau 6 bulan. Sedangkan Firman menceritakan bagaimana keikutsertaannya dalam program double degree. Terdapat perbedaan antara antara student exchange dan double degree yaitu bisa milih mata kuliah yang ingin diampu dengan syarat pemenuhan minimal kredit yang harus diambil. 

Program student exchange sendiri biasanya dibuka di dua musim yakni summer dan winter. Sedangkan Double degree waktu pelaksanaannya berlangsung selama 1 tahun atau dua semester. Mata kuliah yang ditempuh selama dua semester tersebut sudah ditentukan berdasarkan hasil kerjasama antara Saxion University dan Universitas Islam Indonesia. 

Terkait alasan sendiri, Firman dan Asaquita mempunyai pendapat yang berbeda.

“Alasan double degree saya belum pernah belajar di luar negeri. Kesempatan kuliah di luar negeri sangat mahal. Ketika tahu ada kesempatan di luar it’s an easy choice for me buat ambil dan benefit double degree lebih banyak,” ucap Firman. 

Sedangkan Asaquita berbagi alasan mengambil student exchange.  ”Ada personal reason kenapa memilih exchange karena juga bisa transfer kredit dan lebih ke situasi yang nggak dikontrol karena Covid saat itu, kemudian liat kondisi lebih baik jadi langsung ambil student exchange,” tutur Asaquita.

Kendati saat ini Firman sedang menempuh studi di Belanda. Namun belanda bukan pilihan pertamanya. Hal ini dikarenakan pilihan pertama yaitu Nanjing University telah menutup penerimaan mahasiswa dari luar karena covid-19. Oleh karena itu, dipilihnya Belanda melalui pertimbangan yang salah satunya adalah negara di Eropa yang memberlakukan sistem open border pada saat itu dan mempertimbangkan biaya yang murah. 

Adapun syarat untuk mengajukan  student exchange dan juga double degree tidak jauh berbeda. Akta kelahiran yang telah dilegalisir, transkrip nilai dan syarat-syarat lain untuk pengajuan visa. Adapun untuk double degree ada beberapa persyaratan tambahan yaitu IPK minimal 3,25 dan IELTS minimal 6.

Untuk proses belajarnya sendiri, Asaquita mengakui bahwa tidak ada banyak perbedaan sama seperti di Program Internasional UII. Terdapat banyak diskusi dan presentasi, akan tetapi satu pembeda yang cukup signifikan yakni  kehadiran di kelas tidak terlalu penting. “It doesn’t really matters ketika kamu nggak hadir di kelas. Tidak akan pengaruh ketika kamu mau exam,” ucap Asaquita. Dalam student exchange yang ia ikuti, Asaquita mengambil mata kuliah yang  menurutnya menarik dan challenging yaitu international commercial law dan supply chain management. 

Walaupun kedua mata kuliah itu tidak berkaitan langsung dengan akuntansi akan tetapi ia mengaku ini semacam privilege yang ia dapatkan ketika berkuliah di Saxion University. Perbedaan lain menurut Firman adalah terkait jumlah mata kuliah yang diampu tiap semester. “Kalo disini semester disebut quarterly dan kita ujian tiga bulan sekali juga mata kuliah yang diambil tiap semester hanya 4 jadi tidak terlalu banyak,” tutur Firman. 

Tidak hanya membagikan tentang pengalaman perkuliahan saja, Asaquita dan Firman juga kehidupannya di Belanda. Saat pertama kali tiba, Firman dan Asaquita mengaku mengalami culture shock karena di Belanda sepeda digunakan sebagai moda transportasi utama dan pelegalan ganja sering dirasakan ketika di luar. Belanda negara yang cukup ramah bagi pendatang, hal ini dikatakan oleh Firman ketika ia pertama kali tiba di bandara mereka sangat membantu.

Di akhir, Firman berbagi tips untuk persiapan studi di luar negeri. Requirement harus dipenuhi sesegera mungkin jangan sampai hectic sebelum berangkat. Usahakan telah menyelesaikan segala persyaratan termasuk urusan visa sehingga di hari-hari menjelang keberangkatan bisa lebih mempersiapkan mental. Berbeda dengan Asaquita ia lebih menekankan pada semangat yang harus dipertahankan dan jangan ada perasaaan ragu di hati. “It’s your change once on lifetime,” tutup Asaquita. (Utami/Retno)

Perkembangan Fintech Syariah di Indonesia

Perkembangan teknologi yang masif mengakibatkan berbagai layanan keuangan turut berkembang pesat. Karena inilah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bank Indonesia ikut memperhatikan perkembangan yang ada. Pengawasan terhadap fasilitas transaksi keuangan secara online, atau yang kemudian kita sebut dengan Fintech (Financial Technology) ketat dilakukan. OVO, Gopay, Shopeepay, Kredivo merupakan beberapa contoh Fintech yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia.

Sayangnya ASEAN pertumbuhan jumlah Fintech melambat pada tahun 2021. Mengutip Laporan Fintech in ASEAN 2021 melalui Katadata, pada 2018 jumlah perusahaan Fintech bertambah 586 perusahaan, namun sayangnya berkurang menjadi 411 perusahaan pada tahun 2019. Kemudian pada tahun 2021 hanya bertambah 107 perusahaan. 

Pada kuartal kedua 2020, Asosiasi Fintech Indonesia menyebutkan jumlah penyedia layanan pembayaran dompet digital mengalami kenaikan seperti pada bagan di bawah ini.

 Sumber: Databoks Katadata

Penggunaan Fintech sudah tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari terutama oleh generasi muda. Menurut laporan Asosiasi Fintech Indonesia melalui Katadata, mayoritas pengguna Fintech jika ditilik dari rentang usia, berada pada rentang 25-35 tahun.

Sebelum menilik lebih jauh, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fintech merupakan sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Sedangkan Fintech syariah merupakan layanan atau produk keuangan yang menggunakan teknologi dengan basis skema syariah (Rusydiana, 2018). Kemunculan Fintech syariah di Indonesia merupakan respon terhadap perkembangan perusahaan Fintech konvensional yang menggunakan instrumen bunga dalam operasionalnya (Muhammad & Lanaula, 2019). Layanan Fintech syariah di Indonesia diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.

Fintech syariah mempromosikan keuangan yang bertanggungjawab secara etis dan menghadirkan peluang untuk memimpin dan mempengaruhi semua bentuk keuangan secara global (Rusydiana, 2018). Pertumbuhannya pun menunjukkan angka yang positif dari waktu ke waktu. Dilansir dari Katadata, merujuk pada Global Fintech Islamic Report 2021, layanan Fintech syariah di Indonesia berada pada urutan kelima. Dalam laporan tersebut, pasar Fintech syariah di Indonesia mencapai Rp 41,7 triliun atau US$ 2,9 miliar. Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) mencatat saat ini jumlah Fintech syariah terdapat 17 Fintech yang sudah berizin operasional, terdiri dari peer-to-peer lending, inovasi keuangan digital, dan securities crowdfunding. Jumlah tersebut masih cukup sedikit mengingat Fintech syariah masih termasuk baru di Indonesia. 

Pertumbuhan Fintech syariah di Indonesia memiliki potensi dan peluang yang sangat besar, mengingat negara ini mempunyai penduduk muslim terbesar di dunia. Banyaknya kaum muda yang mulai aware terhadap transaksi syariah juga menjadi kesempatan yang menjanjikan bagi pasar Fintech di Indonesia. 

Rusydiana (2018) menerangkan dalam artikelnya selain memiliki peluang yang cukup besar, tetapi Fintech syariah juga menghadapi permasalahan dan tantangan dalam perkembangannya antara lain yakni masih kurangnya instrumen kebijakan yang mengatur proses kerja, ketersediaan sumber daya manusia, risiko keamanan yang tinggi dan belum menjangkau ke konsumen kelas bawah. (retno/berlian)

 

Akuntansi UII Menjawab Peluang dan Tantangan Fintech Syariah

Program Studi (Prodi) Akuntansi kembali menyelenggarakan webinar nasional dengan tajuk “Peluang dan Tantangan Fintech Syariah Indonesia” pada (26/04). Webinar yang diselenggarakan melalui platform Zoom ini dimoderatori oleh Kinanthi Putri Ardiami dan menghadirkan narasumber Rifqi Muhammad dan Ronald Yusuf Wijaya.

Webinar ini dibuka dengan sambutan oleh Ketua Prodi Akuntansi, Mahmudi. Dalam sambutannya, Mahmudi menyampaikan bahwa fintech merupakan topik yang menarik dan saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Selain itu diharapkan kegiatan ini memberikan manfaat dan kebaikan dalam dunia bisnis dan ekonomi.

Ronald Yusuf Wijaya, Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), menyampaikan kehadiran teknologi dapat menjadi tools yang bisa mengoptimalkan sektor keuangan yang berpengaruh pada perekonomian secara luas, seperti fintech.

Fintech, yang merupakan singkatan dari Financial Technology, sederhananya dapat diartikan sebagai penerapan teknologi dalam sektor industri keuangan. Ronald menjelaskan bahwa terminologi fintech ini diawali dengan adanya crowdfunding atau sering dikenal dengan iuran. Namun seiring perkembangan teknologi dari waktu ke waktu, crowdfunding sendiri saat ini dapat dilakukan di mana pun. Tak hanya itu, crowdfunding ternyata mempunyai beberapa jenis yakni, philanthropic atau yang sifatnya untuk sosial dan investment atau yang sifatnya untuk komersial.

Ronald menegaskan kepada masyarakat apabila menggunakan fintech harus memastikan bahawa fintech tersebut telah terdaftar di Bank Indonesia ataupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di AFSI sendiri mencatat sekitar delapan belas anggotanya telah terdaftar dan mempunyai izin untuk beroperasi.

Terdapat beberapa jenis fintech yang berkembang saat ini, di antaranya fintech payment, peer-to-peer lending, securities crowdfunding, dan inovasi keuangan digital. Pada kesempatan kali ini, Ronald lebih banyak menjelaskan terkait Peer to Peer (P2P) Lending. Menurut data milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Desember 2021 terdapat 710.000 lenders baik individual maupun institusional. Total penyaluran yang telah resmi tercatat per Desember 2021 telah mencapai 270 triliun rupiah. Jumlah penyelenggara P2P yang telah berizin per maret 2022 mencapai 102 P2P players, 8 diantaranya merupakan platform syariah.

Fintech P2P syariah ini dapat diibaratkan seperti marketplace pada umumnya. Perbedaannya hanya pada platform ini mempertemukan pihak yang mempunyai project dan pihak yang akan berinvestasi. Tentunya sebagai masyarakat sebelum menggunakan platform perlu memilih platform mana yang tepat dan sesuai dengan lini bisnis yang dijalankan.

“Indonesia mempunyai potensi besar pertumbuhan ekonomi syariah yakni, Indonesia dianggap mempunyai inklusi keuangan yang rendah, pertumbuhan kelas menengah begitu besar, mempunyai populasi muslim terbesar di dunia, dan negara yang paling siap infrastruktur digital dibandingkan dengan negara dengan populasi muslim terbesar lainnya,” tutur Ronald.

Pada sesi selanjutnya disampaikan terkait tata kelola dan kepatuhan syariah terkait Fintech Syariah Indonesia. Rifqi Muhammad selaku Dosen Akuntansi UII menjelaskan terkait tata kelola yang ideal pada fintech syariah. “Harus ada transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan dan kewajaran,” tutur Rifqi.

Berbicara tentang pengawasan syariah dari aspek eksternal, fintech juga termasuk dalam lembaga keuangan syariah yang lain. Rifqi menjelaskan saat ini belum mempunyai standard setter yang matang. “Saat ini mungkin kita bicara fatwa majelis ulama Indonesia sebagai acuan utama untuk para DPS (red-Dewan Pengawas Syariah) untuk melakukan proses pengawasan syariah,” tutur Rifqi.

Rifqi juga menuturkan nantinya perlu adanya sharia audit firm yang kemudian mencoba melakukan terobosan memberikan jasa pelayanan penilaian kepatuhan audit syariah. “Tapi saya rasa lama-lama akan diperlukan karena masyarakat memerlukan transparansi, pertanggungjawaban, dan assurance dari eksternal,” ungkapnya.

Student Exchange Jalur Organisasi? Why Not?

Channel Youtube Accounting UII kembali menghadirkan podcast baru dengan tajuk SPASI #1-Seri Podcast Akuntansi IP. Dalam podcast tersebut, Zahra Chairani Bachtiar sebagai narasumber merupakan alumni  International Program (IP) Akuntansi Universitas Islam Indonesia Angkatan 2016. Dalam kesempatan tersebut, Zahra membahas terkait pengalamannya selama kuliah dan juga bagaimana ia mengikuti program student exchange melalui jalur organisasi.

Ketika memilih untuk berkuliah di IP Akuntansi, Zahra mengaku terpengaruh oleh kakaknya yang juga alumni IP Akuntansi Angkatan 2012. Dalam hal ini, ia juga mempertimbangkan apakah ia mampu melewati dunia perkuliahan. Tentu pada awalnya banyak sekali penyesuaian yang harus dilakukan, terutama di semester pertama. Zahra yang mengaku tidak terlalu menguasai Bahasa Inggris pun harus memberikan usaha yang lebih untuk mempelajari bahasa tersebut. Ditambah, background pendidikan Zahra pada saat SMA merupakan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang jarang berhubungan langsung dengan pelajaran exact. “Tergantung sebenarnya, saya exact tidak sebagus itu. Cuma karena kalau sudah niat dijalanin aja bisa kok itu kan sesuatu yang bisa dipelajari,” ujar Zahra.

Sistem belajar-mengajar pada  International Program (IP) memiliki sedikit perbedaan dengan Program Regular. Mengingat mahasiswa pada program tersebut terbilang sedikit, menjadikan interaksi antara dosen dan mahasiswa lebih dekat. Begitupun ketika menyampaikan materi, konsep belajar yang diterapkan lebih seperti diskusi baik di kelas maupun di luar kelas. Terutama ketika memasuki masa-masa ujian biasanya anak-anak IP mengadakan kegiatan belajar bersama untuk mempersiapkan ujian tersebut. Belajar bersama yang dilakukan pun tidak terbatas dengan teman satu sekelas, bisa juga dengan teman berbeda prodi untuk membahas mata kuliah yang dipelajari di jurusan tersebut.

Selama kuliah Zahra mengikuti beberapa organisasi antara lain International Program Forum (IPF) dan International Program Dance Club (IPDC). Ia mengakui dengan aktif berkegiatan tersebut menyumbang banyak pada pengembangan diri Zahra. “Aku bisa berkembang di IP tentu lewat organisasi yang aku ikuti seperti IPF dan IPDC. Di sana aku bisa menambah relasi, belajar tentang tanggungjawab, toleransi, dan bagaimana menjalankan amanah yang kita emban,” ucap Zahra.

IP Akuntansi UII memiliki beberapa pilihan program lanjutan, yaitu Kelas Double Degree, Kelas Students Exchange, dan Kelas Sertifikasi ACCA. Pada SPASI #1 ini Zahra menyampaikan bahwa ia memilih program Students Exchange lewat jalur organisasi, yaitu dengan cara bergabung bersama IPDC. Ketika tergabung di IPDC, Zahra telah mengikuti banyak perlombaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Perlombaan yang ia ikuti di luar negeri yaitu pada tahun 2017, ia dan tim terbang ke Vienna dan Praha untuk mengikuti dua kompetisi sekaligus. Dan juga pada tahun 2019, Zahra dan anggota IPDC lain berkesempatan untuk pergi ke Spanyol. Di sana, mereka menampilkan salah satu tarian khas indonesia yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam. Tentu saja hal ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Zahra, memperkenalkan budaya Indonesia kepada 3 Negara. 

“Aku sendiri nggak mengikuti exchange (melalui jalur kelas), aku lebih memilih untuk mengikutinya lewat jalur organisasi, yaitu dengan bergabung bersama IPDC dan juga tampil di luar negeri. Bisa dikatakan sebagai pertukaran budaya juga kan,” ujar Zahra. 

Di akhir, Zahra memberikan semangat kepada calon mahasiswa yang memilih International Program untuk tidak takut. “Buat teman-teman yang mau memilih International Program nggak perlu takut, karena sebenarnya kuliah menggunakan bahasa inggris nggak semenakutkan itu,” tutup Zahra.

Kisah yang dibagikan Zahra ini tentunya memberikan gambaran baru yang menarik terkait International Program (IP) Akuntansi UII. Kamu tertarik untuk jadi The Next Zahra? Yuk, gabung ke International Program (IP) Akuntansi UII melalui pmb.uii.ac.id. (utami/berlian)